
Diakui atau tidak menulis di
Indonesia belum menjadi budaya, karena masyarakat kita lebih kuat pada budaya
lisannya. Banyak indikator bahwa kita belum terbiasa dengan budaya menulis. Satu
hal yang mengindikasikan rendahnya
kebiasaan menulis adalah bahwa surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi pada 27 Januari terkait kewajiban menulis karya ilmiah dalam jurnal
ilmiah masih mendaptakan sambutan pro
dan kontra. Beberapa kalangan masih merasa bahwa anjuran itu akan mempersulit.
Padahal jika memaksakan sedikit kemauan kita untuk memulai, mencoba dan
menyikapi positif pada anjuran itu tentu kita akan mendaptkan suaatu hal yang
positif dimasa yang akan datang.
SEMUA ORANG BERBAKAT MENULIS
Kebiasaan menulis dalam pengertian menulis tulisan ilmiah
merupakan hal yang sangat sulit dilakukan bagi seorang yang tidak memiliki motivasi menulis ataupun
seorang pemula. Karena kebiasaan menulis ibarat menciptakan kebiasaan baru. Walaupun
sebenarnya kita juga sudah memiliki bakat. Kita lancar menulis surat pada pacar
yang tanpa disadari hasilnya bahkan
berlembar-lembar, atau chating dengan suami, istri atau teman. Kita hanya
sedikit berlatih memaksakan untuk memulai dan
memulai kadang sangat sulit untuk dilakukan.
MENGGALI MOTIVASI UNTUK
MENULIS
Menumbuhkan motivasi menulis
sangatlah penting karena tanpa keinginan yang kuat seseorang tidak akan
menemukan tujuan untuk memulai menulis. Posisikan menulis sebagai suatu ibadah
sama seperti melakukan ibadah-ibadah yang lain. Sadari bahwa menulis juga merupakan
perjuangan. Perjuangan menginspirasi orang lain untuk juga menuangkan
ide-idenya lewat tulisan-tulisanya.
MENJADI KAYA DENGAN MENULIS
Banyak bukti bahwa menulis juga bisa menjadi kaya. Lihat saja Joanne Kathleen Rowling, penulis Harry Potter. Tulisanya tercetak labih dari 103 juta eksemplar. Bisa dibayangkan berapa kekayaan JK. Rowling dari royalty novelnya.
Bagi guru menulis dapat membantu
kegiatan belajar mengajar selain bermanfaat sebagai pengembangan profesi
sebagaimana diamanatkan dalam Permenegpan No. 16 tahun 2009. Guru sebagai
praktisi pendidik memiliki potensi menulis yang sangat besar. Banyak hal bisa
dijadikan sebagai dasar penulisan, seperti misalnya mengangkat permasalahan
yang dialami dalam kelas.
Yang ironis adalah justru guru itu
sendiri menjadi perbincangan, pembahasan dan
menjadi obyek penulisan karena guru kurang mampu menulis itu sendiri.
Harapanya dengan adanya Permengpan No. 16 tahun 2009 guru kedepan tidak akan
mendapati stigma itu lagi. Banyak sekali bahan yang bisa dijadikan referensi
penulisan, dari internet, surat kabar, dan juga dari buku-buku. Bayangkan bila
semua guru dapat menyusun buku pembelajarannya sendiri, menulis cerita dan
celoteh yang mengasikan, alangkah indahnya pembelajaran yang
dibawakanya dalam kelas. Tentu akan lebih memotivasi pribadi guru itu sendiri
sekaligus pada siswa-siswanya.
Lebih jauh lagi, apa yang bisa
dibanggakan dari seorang guru? Salah satunya adalah karya-karyanya dalam bentuk
tulisan atau buku. dari seorang penulis apalagi jika hal itu adalah seorang
guru. Buku adalah karya monumentaI.
Idealnya seorang guru tidak menggunakan buku-buku karya orang lain dalam
kegiatan pembelajarnya, tetapi karya mereka sendirilah yang seharusnya
digunakan dalam pembelajaran dalam kelas sehingga bisa dibayangkan bagaimana
menariknya situasi kelas dengan bahan pembelajaran yang disusun oleh guru itu
sendiri.
Pada akhirnya peningkatan kemampuan
guru menulis diharapkan akan menjadi salah satu penyumbang peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia yang masih tertinggal jauh dari Negara-negara lain.
Semoga
tulisan ini dapat menginspirasi teman-teman untuk memulai menuangkan ide
gagasanya dalam berbagai tulisan yang bermanfaat bagi anak-anak didiknya, dan kita
semua.