BERLATIH TANPA KENAL MENYERAH ADALAH CIRI PRIBADI YANG SUKSES DIMASA DEPAN

27 March, 2013

GURU TIDAK PROFESIONAL HARUS SIAP “DICERAIKAN ATAU DIPOLIGAMI”

GURU TIDAK PROFESIONAL HARUS SIAP “DICERAIKAN ATAU DIPOLIGAMI”

Tidak akan lekang dan habis berbicara pendidikan di negeri ini. Berbagai permasalahan seperti terupdate secara alami seiring waktu yang  berjalan, minimnya sarana dan prasarana pendidikan, kualitas pembelajaran, kurikulum yang  selalu tidak relevan dengan kebutuhan dan seabreg permasalahan yang lain.

Salah satu sub sistem penting dalam pendidikan adalah guru  yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Sebagaimana pasal 5 Permenegpan No. 16 tahun 2009 guru memiliki tugas  mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam pemikiran masyarakat kita juga sudah tertanam bahwa kemajuan perkembangan anak-anak mereka semua  menjadi tanggungjawab guru sepenuhnya. Tak pelak hal inilah yang menjadi polemik tersendiri bagi guru.
Guru merasa bahwa beban tanggungjawab seolah dibabankan sepenuhnya dipundak guru padahal orangtua dirumah juga punya banyak peran pendidikan yang tak kalah penting dan lebih dominan.

Pada masa-masa yang lalu pernyataan bahwa guru adalah pahlawan  tanpa tanda jasa  mungkin masih layak didengarkan oleh telinga kita, tetapi sekarang mungkin terasa basi dengan adanya tunjangan profesi sebagai penghargaan atas tuntutan profesionalismenya. Dan ini menjadi fair jika masyarakat yang  manggantungkan kemajuan pendidikan dipundak guru tidak merasa cemburu atas apa yang diterima guru karena memang sudah selayaknyalah guru lebih ditingkatkan kesejahteraanya walaupun dengan syarat yang tidak mudah.

Tuntutan profesionalisme kini sudah  menjadi barang kebutuhan pokok yang harus dipenuhi jika bangsa ini ingin maju. Berbagai aturan telah dikeluarkan dalam bentuk undang-undang maupun kelengkapanya. Dalam rangka tuntutan profesionalisme itu pula pemerintah juga mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan tidak menutup kemungkinan berasal dari pinjaman luar negeri. Sudah sewajarnyalah kita harus memberi perhatian yang ekstra serius jangan sampai pembiayaan-pembiayaan yang telah dianggarkan justru tidak menghasilkan nilai produktifitas yang tinggi mengingat dengan dana pinjaman tadi bangsa ini telah tergadaikan hingga anak cucu kita beberapa generasi. 


DICERAIKAN ATAU DIPOLIGAMI

Guru sebagai tumpuan harapan bangsa ini tidak bisa menawar-nawar lagi bahwa sebagaimana Permenegpan No. 16 tahun 2009 profesionalisme guru adalah sebuah keharusan. Semua masyarakat kita pasti akan setuju apabila guru yang tidak professional harus siap diceraikan atau dipoligami. Diceraikan dalam arti diberhentikan menjadi guru dan beralih dengan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan pendidikan pembelajaran dikelas dan diganti dengan yang profesional, dipoligami dalam arti guru tidak diberikan tunjangan profesi tetapi masih melakukan kegiatan pembelajaran di kelas dan  didatangkan guru lain yang lebih professional. Harapanya semoga dengan profesionalisme menjadi sumber kesejahteraan bagi bangsa ini terutama para guru.



KORBAN MAL PRAKTIK ORANG TUA

 Perlu diingat bahwa anak-anak kita memiliki lebih banyak waktunya didalam lingkungan keluarga dibandingkan disekolah, 7 jam disekolah dan 17 Jam dirumah.  Dengan demikian orangtua justru memegang peranan yang lebih banyak dibandingkan guru. Semua perkembangan anak seharusnya menjadi perhatian orang tua namun orangtua terkadang tidak menyadari  dan lebih membebankan segala sesuatunya kepada guru.

Sejatinya bukan hanya orang tua yang menuntut guru menjadi lebih baik dan profesional tetapi guru juga menuntut orang tua memberi perhatian yang lebih. Karena sekarang ini banyak terjadi permasalahan yang susah dipecahkan  disekolah karena permasalahan-permasalahan dan “malpraktek” pendidikan dari lingkungan terdekat terutama keluarganya.

Yang seringkali terjadi sekarang ini menjadi sangat menghebohkan manakala melibatkan  guru. Mediapun berperan membentuk opini yang kadangkala kurang berimbang.  Seorang guru yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya kadangkala terjungkal hanya karena sesuatu hal yang sifatnya sepele dalam kerangka mendidik anak didiknya menjadi lebih baik. Apa yang mereka rasakan para guru adalah manakala mereka melakukan tindakan terukur dalam rangka memperbaiki sikap dalam kerangka mendidik kadang disikapi orang tua sebagai tindakan yang  berlebihan.

 Apa yang dilakukan seorang guru di dalam kelas seolah tidak ada bedanya dengan yang orang lakukan diluar kelas dalam artian seperti tindakan jalanan yang bisa dengan seenaknya dipolisikan. Perlu ada kearifan semuanya dalam rangka menciptakan suasana yang lebih nyaman untuk kita semua baik guru maupun orang tua. Itulah resiko sebuah pekerjaan yang sedang dirasakan guru. Apapun permasalahanya semangatnya harus satu yaitu profesionalisme demi kemajuan negeri ini.